Melihat Keseruan Lomba Ceniga dan Tipat Nasi bersama WHDI Kertoraharjo

oleh -3 membaca
oleh

Luwu Timur, Chaneltimur.com Janur itu melengkung seperti senyum seorang ibu yang sabar. Jemari lincah para ibu-ibu WHDI dari tiga Banjar di Desa Kertoraharjo menari di atas helai janur muda, melipat, menekuk, mengikat, seolah sedang menulis puisi dengan daun,berpadu dengan riuh tawa dan sorak penonton.

Hari ini, Jumat (5/9/2025), desa ini tak hanya merayakan Saraswati. Ia seperti kembali menjadi panggung tempat tradisi Hindu Bali menampakkan keindahannya. Hidup, berdenyut, dan terus diwariskan. Lomba membuat ceniga dan tipat nasi khusus darmika menjadi atraksi istimewa yang memikat. Bahkan Camat Tomoni Timur diberi kehormatan sebagai tim penilai sekaligus bentuk apresiasi atas partisipasi ibu-ibu WHDI dalam kegiatan ini.Bersama Ketua PHDI Desa, Ketua Adat Jagat Natha, dan panitia hari Saraswati, semua larut dalam keseruan yang lebih dari sekadar perlombaan.

Ceniga bukan sekadar anyaman janur. Ia adalah seni yang lahir dari keheningan, simbol harmoni antara manusia, alam, dan Hyang Widhi. Dalam setiap lipatan janur ada doa yang tak diucapkan, tetapi dimengerti oleh alam semesta. Ceniga biasanya dipasang di bale upacara, menghiasi pura, memberi warna pada setiap persembahan. Bentuknya melengkung, melingkar, atau menjuntai, seperti tangan yang selalu terbuka menerima berkah.

Membuat ceniga membutuhkan ketelatenan. Daun kelapa muda harus dipilih yang segar, lalu dilipat dengan presisi agar tidak patah. Dalam tradisi Hindu Bali, ceniga melambangkan keindahan yang sucisekalgus pengingat bahwa hidup pun harus ditata indah, selaras, dan penuh bhakti.

Di sudut lain wantilan, terdengar bunyi ketupat dikencangkan talinya. Itulah tipat nasi khusus darmika, ketupat suci yang tak hanya sekadar pangan, tetapi juga persembahan. Tipat ini dirangkai dari janur muda, membungkus nasi putih yang dimasak dengan ketulusan. Bentuknya sederhana, tetapi sarat filosofi. Simpul yang mengikat tipat melambangkan ikatan manusia dengan Tuhan, sementara beras di dalamnya adalah simbol kemurnian niat.

Dalam upacara Hindu, tipat bukan untuk dimakan semata. Ia adalah bagian dari persembahan yang menyatukan rasa syukur dengan doa. “Tipat nasi khusus darmika ini bukan sembarang ketupat. Ia punya tata cara, aturan, dan makna,” ujar Gede Edi Kamidana ketua Adat Desa Kertoraharjo, di sela lomba.

Setelah Lomba Ceniga dan Tipat Nasi , panggung kreativitas bergeser. Kali ini giliran para remaja putri SMP dan SMA bersaing dalam lomba membuat pejati. Meja-meja panjang dipenuhi aneka perlengkapan upakara yang harus mereka susun dan rangkai sehingga menjadi bahan yang siap dipakai dalm acara ritual. Tangan-tangan muda itu bekerja dengan telaten, menata janur, menyusun bunga, dan merangkai buah menjadi banten pejati, sesajen utama dalam upacara keagamaan umat Hindu.

Ketua PHDI Kertoraharjo,Ketut Juliadi menerangkan,Pejati adalah persembahan yang wajib ada dalam berbagai upacara yadnya. Ia bukan sekadar susunan estetis, melainkan sarana komunikasi antara umat dan Sang Hyang Widhi. Di dalamnya ada simbol kehidupan. Bunga sebagai keharuman doa, buah sebagai hasil kerja, janur sebagai lambang ketulusan.

“Pejati itu bicara lewat bentuknya. Semakin indah, semakin lengkap, semakin kuat pula doa yang menyertainya,” ujar I Ketut Juliana Ketua PHDI Kertoraharjo, sambil mengamati karya peserta yang tampak seperti pahatan doa.

Dalam lomba ini, nilai yang dicari bukan hanya kerapian, tetapi juga kesungguhan dan pemahaman makna.

Di Wantilan siang ini, semua mata terpaku pada rangkaian sesajen. Anak-anak yang biasanya sibuk dengan gawai kini larut dalam aroma bunga, suara gamelan, dan sentuhan janur. Mereka belajar bahwa tradisi bukan beban, tetapi keindahan yang bisa dirasakan, disentuh, bahkan diperlombakan.

Hari Saraswati di Kertoraharjo bukan hanya cerita tentang doa, tetapi juga tentang seni yang hidup. Seperti ceniga yang menjuntai anggun, tipat yang terikat erat, dan pejati yang tersusun megah, perayaan ini mengajarkan satu hal bahwa kebudayaan bukan sekadar warisan, melainkan napas yang harus terus dijaga agar tak putus oleh zaman. (Red)