Palu, Chaneltimur.com – Pemerintah hingga saat ini terus berupaya menekan laju penyebaran Covid-19. Berbagai kebijakan yang dianggap tak ada henti- hentinya dan tidak ada kejelasan yang diambil pemerintah.
Dari pembiaran masuknya warga cina melalui udara, hingga meniadakan mudik lebaran kepada masyarakat Indonesia itu sendiri yang terhitung sejak tanggal 6-17 Mei 2021.
Fandi Alang, pemuda Parimo asal kecamatan ongka malino Jum’at (7/5) Pukul (23.00 wita) mengungkapkan keluh kesahnya, bahwa Pemerintah jangan hanya fokus pada pelarangan mudik saja, namun juga pada titik-titik yang berpotensi menyebabkan kerumunan.
Pasalnya, mudik dan berkumpul bersama keluarga di kampung halaman sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia terhusus bagi para perantau. Saat ini, mudik telah dilarang sebagai antisipasi gelombang kedua Covid-19 seperti di India. Kita tak boleh lengah dalam menjalankan protokol kesehatan terutama physical distancing.
Meskipun telah divaksinasi, bukan berarti masyarakat sudah kebal akan Covid-19. Protokol kesehatan saat ini adalah upaya yang paling logis dalam menekan Covid-19. Titik-titik yang berpotensi menyebabkan kerumunan seperti di pasar, pusat perbelanjaan, juga tempat wisata harus ada yang mengawasi.
Sambungnya, lebaran sudah menjadi tradisi, Pemerintah pusat perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar meningkatkan kerja sama dengan pengelola pasar untuk menempatkan petugas yang mengatur dan menertibkan jika terjadi kerumunan masal.
Pemerintah harus tegas, ketika melindungi masyarakatnya dari pandemi. Jangan hanya karena alasan faktor ekonomi, protokol kesehatan menjadi abai.
Disisi Lainnya Fandi alang mengatakan Dari Parigi untuk Sulteng Banyak Orang yang bekerja ingin Memenuhi kebutuhan keluarganya maupun ingin bertemu keluarganya. Mudik tidak mudik Corona akan tetap ada kawan, tetapi lebaran tahun depan belum tentu bertemu dengan orang tua atau keluarga. Ada yang beropini mudik sama saja membunuh orang tua?
Lantas apa bedanya kita pergi bekerja apa kitah membunuh atasan kita di tempat bekerja?
Lantas apa bedanya dengan kita pergi belanja, apa kita membunuh penjualnya?
Apa ini yang menurut mereka kebijakan yang baik? atau justru akan membuat rakyat yang tidak kuat akan semakin menderita yang berujung dengan penuh luka?
kemarin sudah ada cahaya harapan kecil untuk mengobati luka dengan cara merayakan hari kemenangan di rumah ibadah, tapi kini justru merobek luka semakin dalam karena beribadah di rumah tuhan pun di tiadakan maupun pulang kampung dilarang, tapi coba tengok tempat perbelanjaan? Bahkan hingga berdesak-desakan coba lihat kafe pasar dan hiburan lainya selalu ramai pengujung. Kami sebagai rakyat kecil yang terlalu bodoh akan hal ini atau kalian yang terlalu pintar dalam menyiasati setiap permasalahan.
Bagimana nasib para rental ?
Nasib para Pedangan yang mondar mandir ?
Nasib Para perantau yang ingin pulang ?(Pungkasnya)
Peliput-Firman.