Jeneponto, Chaneltimur.com [4/12/2025] – Kapolsek Tamalatea Iptu Harifuddin, SH, memberikan klarifikasi resmi menanggapi pemberitaan yang berjudul “HMI cabang Jeneponto Desak Kapolres Copot Kapolsek Tamalatea.” Klarifikasi ini menyoroti kronologi dan penyelesaian kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan dua warga di Dusun Baraya 3, Desa Baraya, Kecamatan Bontoramba, pada pertengahan 2024.
Kasus ini bermula pada 23 Agustus 2024, di mana terjadi dugaan tindak pidana penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Lel. Tama bin Ambo S terhadap Hasim bin Malili. Akar masalahnya adalah ketidakpuasan korban terkait kepemimpinan di tingkat dusun. Meskipun Lel. Usman yang diangkat secara resmi sebagai Kepala Dusun Baraya 3 berdasarkan Surat Keputusan (SK), namun yang kerap menjalankan tugas sehari-hari adalah iparnya, yaitu Lel. Tama. Hal ini memicu ketidakterimaan dari Hasim bin Malili.
Ketegangan memuncak usai shalat Jumat Pertemuan di depan masjid berujung pada pertengkaran verbal yang kemudian meningkat menjadi penganiayaan fisik. Korban, Hasim bin Malili, dilaporkan mengalami luka tikam di bagian perut. Korban segera dilarikan ke Puskesmas, sementara pelaku, Lel. Tama, menyerahkan diri ke Polsek Tamalatea didampingi keluarga setelah laporan polisi dibuat.
Proses Hukum dan Mediasi
Setelah tiga hari proses hukum berjalan,pihak tersangka, Lel. Tama, melalui Polsek Tamalatea, menginisiasi mediasi. Proses ini dihadiri oleh perwakilan keluarga (atas nama Pak Bohari), korban, serta pemerintah setempat (Sekretaris Desa). Mediasi tersebut berhasil mencapai sebuah kesepakatan bersama yang disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Isi kesepakatan tersebut antara lain Baik Lel. Usman maupun Lel. Tama tidak lagi menjabat atau menjalankan tugas sebagai Kepala Dusun Baraya 3., selanjutnya Lel. Tama bersedia menanggung seluruh biaya pengobatan korban kemudian Sebagai bentuk efek jera, Lel. Tama dititipkan di Polsek Tamalatea selama 11 (sebelas) hari. Penitipan ini didasarkan pada Surat Penitipan Diri yang disetujui dan ditandatangani oleh Lel. Tama sendiri, serta. Kedua pihak sepakat menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
Kapolsek Tamalatea dengan tegas membantah narasi dalam pemberitaan yang menyebutkan adanya “penahanan” terhadap pelaku. “Ditegaskan adalah tidak ada penahanan sesuai yang diberitakan. Yang ada adalah penitipan diri Lel. Tama yang disetujui serta ditandatangani oleh yang bersangkutan berdasarkan hasil kesepakatan kedua belah pihak,” jelas Kapolsek Iptu Harifuddin
Namun, permasalahan muncul kembali pada Juni 2025. Korban, Hasim bin Malili, melihat Lel. Usman masih mengenakan pakaian dinas, yang dianggapnya melanggar kesepakatan. Saat dikonfirmasi, Lel. Usman dinyatakan menganggap surat kesepakatan tersebut tidak sah. Hal ini mendorong korban untuk kembali mendatangi Polsek Tamalatea dan melanjutkan laporan sebelumnya. Saat ini, proses hukum telah berlanjut hingga tingkat penyidikan (P-21) dan telah memasuki tahap kedua.
Dengan klarifikasi ini, Polres Jeneponto berharap masyarakat mendapatkan gambaran yang utuh dan faktual mengenai proses hukum dan mediasi yang telah ditempuh, serta menegaskan bahwa setiap langkah diambil berdasarkan prosedur dan kesepakatan para pihak yang terlibat.Ucapnya”
Mansur Lau





