Palu,Chaneltimur.com – Aliansi Perlawanan Krisis Iklim (APKI) Sulteng yang mengkonsolidasikan berbagai organisasi massa Rakyat di Kota Palu kini turun ke jalan melakukan protes dalam aksi mimbar bebas dan disertai aksi teatrikal di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Palu, 6/11/2021)
Aksi tersebut juga sebagai upaya penolakan atas pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi /Conference Of The Parties “Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-26 (COP26)” di Glasgow, Skotlandia telah dimulai sejak 31 Oktober dan akan dilangsungkan hingga 11 November 2021.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh sebagian besar kepala/pemimpin negara di dunia dengan partisipasi sekitar 25.000 orang yang terdiri dari delegasi pemerintahan, pengusaha, jurnalis, hingga aktivis dari seluruh dunia.
Walhi memandang dalam hal ini di sampaikan Sunardi Katili Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng “Bahwa dalam konferensi tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir dan membacakan pidato berupa penyampaian laporan Nationally Determined Contributions (NDC) atau yang oleh imperialis disebut sebagai komitmen sukarela negara anggota PBB untuk mengatasi perubahan iklim dan masalah lainnya yang berhubungan.”
Sambung Undeng sapaan akrab, “Pada hakekatnya, pidatonya, Jokowi mempresentasikan berbagai prestasi palsu dan manipulatif mengenai kesuksesan Indonesia dalam mengatasi kerusakan hutan, penanganan kebakaran lahan, pengembangan mobil listrik hingga pembangunan industry hijau di Kalimantan Utara.”
Dilain sisi praktek monopoli perampasan tanah pertanian dan perkebunan, pertambangan, hutan, skema wilayah-wilayah konservasi dan taman nasional ini terbungkus kebijakan politik negara demi keberlangsungan suplai bahan baku/mentah bagi industri-industri besar di eropa, amerika dan cina yang berimbas pada krisis iklim global. Jargon pembangunan besar besaran hingga berbagai mega proyek pembangunan infrastruktur lainnya dengan mengabaikan kerusakan lingkungan, deforestrasi dan degradasi hutan serta alam adalah kecelakaan fatal dan malapetaka yang harus dipertanggungjawabkan rezim hari ini.
Kerusakan alam ini berbanding lurus kehancuran ekonomi rakyat. Mayoritas kaum tani pedesaan akan semakin kehilangan tanahnya sebagai sumber kehidupan dan ekonomi, buruh-buruh pabrik diperkotaan dan pusat-pusat industry semakin dihisap tenaga produktifnya, semua itu demi meraup nilai lebih bagi persekongkolan tuan-tuan tanah besar, borjuasi komprador, borjuasi nasional satu sisi terhubung langsung dengan imprealisme dengan topangan politik rezim hari ini dan praktek-praktek oligarkhi yang semakin tajam dan mencengkram, tidak hanya kaum tani dan klas buruh, masyrakat adat, kaum minoritas, kaum perempuan, kaum miskin kota, pemuda, pelajar dan mahasiswa serta kaum profesional diperkotaan juga ikut terimbas akibat krisis ekologis yang mendatangkan bencana alam ini.
Apa yang disampaikan Jokowi membelakangi kondisi nyata rakyat Indonesia yang dari hari ke hari justru semakin merasakan dan menjadi korban paling buruk dari perubahan iklim di Indonesia. Tandasnya
Data BNPB mencatat 1.969 bencana terjadi sepanjang Januari-September 2021, bencana masih didominasi banjir, puting beliung dan tanah longsor. Bencana iklim akan terus dirasakan oleh lapisan masyarakat tanpa melihat usia, tempat tinggal dan gender, sehingga ini adalah bentuk pembunuhan massal kepada generasi yang akan datang. Tutup undeng
Report Firman