Luwu Utara, Chaneltimur.com – Aktivis Lingkungan Kabupaten Luwu Utara Rispandi, angkat bicara terkait kerugian besar yang dialami pemerintah daerah akibat kebijakan regulasi izin tambang galian golongan C yang saat ini masih berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Menurutnya, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan pemerintah kabupaten.
Ia menyebutkan, sulitnya proses penerbitan izin tambang galian C telah menyebabkan terhambatnya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan bangunan umum di Kabupaten Luwu Utara. Akibatnya, pemerintah kabupaten hingga ke tingkat desa terpaksa menggunakan material dari tambang ilegal untuk mendukung proyek-proyek pembangunan.
“Kami sudah melihat langsung dampaknya. Pemerintah daerah mengalami kerugian besar dan kebocoran pendapatan anggaran daerah. Ini memperparah krisis keuangan dan lingkungan yang saat ini sedang melanda Luwu Utara,” ujar Rispandi.
Lebih lanjut, Rispandi menyerukan agar kewenangan pemberian izin usaha pertambangan galian C dialihkan dari pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten. Ia juga mendesak agar pasal 11 dalam Perda Sulsel No. 4 Tahun 2018 direvisi, terutama yang mengatur kewenangan pemberian izin yang saat ini hanya diberikan kepada Gubernur.
Usulan Perubahan Pasal 11 Perda Sulsel No. 4 Tahun 2018:
Pasal yang saat ini berbunyi:
(3) Dalam rangka percepatan dan efisiensi pelayanan publik, gubernur dapat melimpahkan kewenangan pemberian izin pertambangan kepada perangkat daerah perizinan atau cabang dinas setelah mendapatkan pertimbangan dari perangkat daerah teknis.
Diusulkan menjadi:
(3) Dalam rangka percepatan dan efisiensi pelayanan publik, Bupati/Walikota dapat memberikan dan menerbitkan izin usaha pertambangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Bupati/Walikota.
Dampak Kebijakan yang Dinilai Merugikan:
Bocornya pendapatan daerah akibat maraknya tambang ilegal yang tidak menyumbang PAD.
Kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah terhadap kegiatan pertambangan ilegal.
Minimnya keterlibatan masyarakat, yang mengakibatkan pengelolaan tidak berpihak pada rakyat.
Krisis lingkungan dan keuangan yang simultan menghantam Luwu Utara.
Kerusakan ekosistem, pencemaran air, dan hilangnya sumber daya alam akibat penambangan tidak terkontrol.
Potensi konflik sosial yang meningkat akibat tidak teraturnya kegiatan tambang di masyarakat.
“Perubahan pasal ini sangat penting demi mempercepat pembangunan konstruksi, mulai dari kabupaten hingga desa-desa di Sulawesi Selatan, khususnya di Luwu Utara,” tegas Rispandi menutup pernyataannya. L/Mwn.